Buat Sobat pembaca, perlu sekali lagi saya tegaskan bahwa disini Yoga
bukanlah hipnoterapis atau sejenisnya. Tapi karena Yoga sangat
sangat tertarik dengan dunia yang satu ini, maka Yoga carikan rederensi
artikel buat sobat baca yang sumbernya sudah ada di bagian paling bawah
artikel... Terima Kasih, Selamat Menikmati
Sumber:http://pembelajar.com/manfaat-dan-bahaya-past-life-regression
If the only tool you have is a hammer,
you will treat every problem as a nail
If the only tool you have is a hammer,
you will treat every problem as a nail
Pembaca,
dalam artikel sebelumnya saya pernah mengulas mengenai Past Life Regression (PLR) atau Regresi Kehidupan Lampau. Saya kembali menulis
mengenai PLR karena baru-baru ini saya mendapat telepon dari seorang
kawan yang tinggal di ujung timur Indonesia, Papua. Kawan ini, sebut
saja, Rini, bercerita bahwa ia baru menjalani terapi dengan seorang
hipnoterapis terkenal di Jakarta dan telah mengalami PLR.
Sampai di sini saya
masih tetap asyik mendengarkan kisahnya. Namun, yang membuat saya
terhenyak adalah saat ia berkata, “Pak, sekarang saya tahu dulunya saya
ini siapa. Waktu saya diregresi ke kehidupan lampau ternyata saya adalah
Nyi Roro Kidul, penguasa pantai laut selatan.”
Wah… saya kaget sekali. Ditambah lagi ia berkata bahwa ia
sekarang juga tahu siap soulmate-nya. Ternyata soulmate-nya
adalah seorang pria, profesinya sebagai guru, yang berusia jauh lebih
tua darinya. Dan guru ini sudah menikah. Hati Rini hancur sekali karena
tidak bisa merajut kembali hubungan kasih mereka di kehidupan ini. Saat
menelepon saya Rini juga melaporkan bahwa kondisi emosinya labil sejak
menjalani terapi di Jakarta.
Mengapa saya kaget mendengar cerita Rini?
Karena kisah Rini mengingatkan saya akan kisah seorang kawan
yang juga mengalami hal “luar biasa” setelah mengalami PLR. Kawan ini,
menurut hasil PLR, dulunya ternyata adalah orang-orang besar. Ia pernah
hidup sebagai “Yesus”, “Buddha”, dan “Nabi Muhammad S.A.W”. Kawan saya
sempat mengalami goncangan mental yang cukup parah. Untung akhirnya ia
bisa stabil dan normal kembali.
Kisah lainnya adalah kawan saya di Makassar yang mengalami PLR
dan ternyata dulunya ia adalah “Ganesha”.
Ada lagi kawan yang bercerita bahwa ia pernah ikut seminar PLR
dan saat si pembicara melakukan PLR kepada para peserta, hampir semua
tidak bisa mengalami PLR. Selanjutnya si pembicara dengan hakul yakin,
mantap, dan dengan lantang berkata, “Anda yang tidak mengalami PLR
adalah orang-orang yang tidak punya past life. Anda adalah
keturunan makhluk UFO yang datang ke dunia ini dengan mengemban misi
khusus.” Ck.. ck…ck… betapa ngawur dan berbahaya kondisi ini.
Nah, kembali ke Rini. Saat saya menggali lebih jauh dari mana
Rini tahu mengenai <>soulmate, Rini menjawab bahwa ia baru saja
selesai membaca buku mengenai PLR dan di dalamnya ada cerita tentang soulmate.
Anda bisa melihat benang merah pengalaman Rini?
Pembaca yang budiman, maksud saya menulis artikel ini adalah
untuk memberikan beberapa informasi penting mengenai PLR yang saya
peroleh melalui pembelajaran dan pengalaman saya. Saya pun dulunya
pernah melakukan beberapa kesalahan yang cukup serius. Kesalahan ini
harus saya “bayar” dengan harga yang sangat mahal. Saya tidak dalam
posisi atau kapasitas mengatakan bahwa past life itu ada atau
tidak. Semua berpulang pada kepercayaan masing-masing.
“Apakah past life itu ada atau tidak?”
Saya tidak akan menjawab pertanyaan ini, sebab jawaban apa pun
yang saya berikan semua bersumber pada belief system saya. Dan, belief
system adalah sesuatu yang sangat personal dan subjektif.
“Apakah teknik Past Life Regression ada atau tidak?”
Kalau ini dengan tegas, yakin, dan mantap saya akan menjawab,
“Ada.”
Jadi perlu dibedakan antara; “Apakah past life itu ada
atau tidak?” dan “Apakah teknik Past Life Regression ada atau tidak?”.
“Lho, kalau past life itu nggak ada lalu ngapain
repot-repot sampai ada teknik Past Life Regression/Therapy?”
Begini ya. Terlepas apakah past life itu ada atau
tidak, suka atau tidak, percaya atau tidak, secara statistik, didapatkan
data bahwa saat melakukan terapi, khususnya saat menggunakan teknik
regresi untuk mencari akar masalah yang dialami seorang klien, sekitar
10-20 persen akan terjadi PLR spontan.
Nah, saat terjadi PLR spontan hipnoterapis harus tahu cara
atau teknik untuk membantuklien mengatasi masalahnya. Bagi yang percaya
dengan past life, it’s ok. Bagi yang tidak percaya maka apa yang
dialami klien adalah metafora yang dimunculkan oleh pikiran bawah sadar
klien untuk membantu klien menyelesaikan suatu masalah. Yang penting
klien sembuh. Titik. Terapis menggunakan apa pun (baca: belief)
yang dibawa oleh klien. Ini namanya teknik utilisasi.
So, secara teknis terapi, PLR hanyalah salah satu
teknik dari sekian banyak teknik terapi yang harus tersedia di tool
box seorang hipnoterapis profesional. Isi tool box plus jam
terbang dan kualitas training yang pernah diikuti akan membedakan
seorang hipnoterapis biasa-biasa dan yang andal.
Walaupun PLR cukup bermanfaat namun ada bahayanya. Apa itu?
Untuk bisa melakukan PLR dibutuhkan beberapa persyaratan dan
kecakapan teknis. Pertama, terapis harus cakap, menguasai, dan mahir
melakukan teknik regresi (regression). Secara teknis ada delapan
jenis regresi. Salah satunya adalah age regression atau regresi
usia di kehidupan saat ini. Salah satu syarat mutlak untuk bisa
melakukan age regression yaitu terapis harus mampu membantu
subjek masuk ke kedalaman trance yang sesuai untuk teknik age
regression, yaitu level full somnambulism. Akan lebih baik
lagi jika mencapai level profound somnambulism. Mengapa perlu
mencapai kedalaman ini?
Jawabannya sederhana saja. Pada level kedalaman ini critical
factor dari pikiran sadar (conscious mind) telah benar-benar
off sehingga tidak akan mengganggu proses PLR.
Bagaimana kita bisa tahu bahwa seseorang telah berhasil
mencapai level kedalaman somnambulism? Tentu ada caranya. Saya
tidak bisa menjelaskan di artikel ini karena akan terlalu panjang dan
teknis.
Dari beberapa kasus yang pernah saya dengar kebanyakan subjek
belum masuk ke level somnambulism saat PLR dilakukan.
Dari mana saya tahu?
Mudah kok. Pertama saya bertanya apakah dilakukan uji
kedalaman level hipnosis atau depth level test? Ternyata tidak.
Kedua, dari teknik induksi yang digunakan, yaitu progressive
relaxation, saya tahu bahwa klien masih dalam kondisi light
trance atau maksimal berada di medium trance. Banyak
hipnoterapis yang berasumsi bahwa saat klien terlihat telah rileks,
tubuhnya, setelah diinduksi dengan progressive relaxation, maka
hal ini berarti klien telah mencapai level somnambulism.
Ini adalah asumsi yang salah dan bisa berakibat sangat fatal.
Mengapa?
Karena kondisi tubuh yang rileks tidak sama dengan kondisi
hipnosis. Kondisi hipnosis adalah kondisi mental yang rileks, bukan
fisik yang rileks. Saat subjek atau klien belum mencapai level somnambulism
maka saat itu pikiran sadarnya (critical factor) masih (cukup)
aktif.
Bahaya PLR muncul karena dua hal. Pertama, saat pikiran sadar
klien masih aktif, maka saat dilakukan PLR, yang muncul di pikirannya
adalah apa yang diharapkan oleh klien. Bisa jadi berupa imajinasi, atau
kisah atau cerita yang sangat berkesan bagi klien. Jadi, dalam hal ini
pikiran sadar yang bermain.
Kedua, PLR akan berbahaya dan merugikan klien bila saat
melakukan PLR hipnoterapis melakukan leading, bukan guiding.
Leading maksudnya hipnoterapis mengarahkan pikiran klien dengan
skenario atau alur cerita yang ada di benak si hipnoterapis atau seperti
yang diinginkan klien. Sedangkan guiding artinya pertanyaan yang
diajukan oleh hipnoterapis bersifat netral, tidak mengarah pada satu
skenario tertentu.
Leading atau guiding semua bergantung pada
semantik atau kata-kata yang digunakan hipnoterapis saat membawa klien
atau subjek hipnosis mundur ke suatu masa baik di kehidupan saat ini
maupun di kehidupan lampau klien.
Leading menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan
merugikan klien karena saat dalam kondisi trance, apalagi bila deep
trance atau somnambulism, apa pun yang muncul dalam pikiran
klien secara otomatis menjadi false memory yang diterima klien
sebagai suatu kebenaran.
False memory juga bisa terjadi saat seorang klien
datang ke seorang hipnoterapis dan minta dilakukan PLR. Artinya PLR yang
dilakukan bukan terjadi secara spontan saat mencari akar masalah tapi
dilakukan by order.
Saya sangat menghindari jenis PLR by
order. Ada banyak yang meminta saya melakukan PLR namun saya tolak
walaupun mereka bersedia memberikan imbalan materi yang cukup besar
jumlahnya.
Mengapa saya menolak? Ya itu tadi. Bisa terjadi false
memory.
Lho, kok bisa terjadi false memory?
Soalnya, saat klien bersiap-siap mau PLR, saat itu klien masuk
dalam kondisi anticipatory mode. Klien mengharapkan regresi ini.
Dengan sangat berharap atau ingin diregresi maka critical factor
akan tetap aktif. Kondisi pikiran ini sungguh tidak kondusif untuk PLR
karena klien pasti sangat sulit masuk kondisi somnambulism.
Nah, saat belum di somnambulism dan klien mengalami PLR
maka yang muncul adalah apa yang ada di pikiran sadar klien. Ini jelas
bukan PLR (Past Life Regression) tapi PLR dengan kepanjangan Pasti
Langsung Rancu.
Seorang kawan juga pernah menanyakan pendapat saya mengenai
seminar PLR. Menurut hemat saya sangat sulit melakukan PLR secara masal,
dalam bentuk seminar. Alasannya, syarat awal subjek mencapai level
kedalaman somnambulism saja sudah sangat sulit terpenuhi karena
umumnya teknik induksi yang digunakan adalah progressive relaxation,
yang nota bene adalah teknik induksi yang paling tidak efektif,
kecuali jika dilakukan beberapa modifikasi semantik.
Apakah sulit untuk membawa klien masuk kondisi somnambulism?
Tidak. Sangat mudah asal tahu tekniknya. Dari berbagai resource
yang saya pelajari, baik itu berupa buku, jurnal, maupun kaset atau DVD
pelatihan hipnoterapi, ternyata untuk membawa klien ke kondisi somnambulism
tidak perlu mempelajari berbagai teknik induksi. Cukup menguasai dengan
baik dua teknik saja. Dua teknik ini sangat dahsyat, telah teruji, dan
terbukti tidak pernah gagal membawa subjek tipe apapun untuk masuk ke
kondisi somnambulism.
Selain teknik yang kurang pas, subjek juga
akan sangat sulit masuk ke kondisi somnambulism bila ada
perasaan takut terhadap hipnosis.Level kedalaman trance
berbanding terbalik dengan intensitas rasa takut. Jadi adalah sangat
penting untuk bisa mengatasi rasa takut pada diri subjek hipnosis
sebelum dilakukan induksi. Problem lainnya adalah belum tentu pikiran
bawah sadar klien bersedia dan mengizinkan si klien untuk dihipnosis,
apalagi sampai mengalami PLR.
Mengapa saya berkata begini? Karena saya pernah mengalami hal
ini. Saat membantu seorang klien menemukan akar masalahnya, ternyata
regresi membawa klien ini sampai ke masa ia masih di dalam kandungan
ibunya. Namun sumber masalah sepertinya bukan terletak pada masa ini.
Saya melanjutkan regresi. Besar kemungkinan akar masalah terletak di
kehidupan lampaunya. Hasilnya? Tidak bisa. Apa pun yang saya lakukan
untuk membawa klien ini mundur tidak membuahkan hasil. Ternyata belief
system klien tidak mengijinkan PLR karena menurut doktrin agamanya
tidak ada past life. Pikiran sadar klien bersedia mengalami PLR
namun pikiran bawah sadar menolak. Padahal klien sudah berada dalam
kondisi profound somnambulism.
Pengalaman saya pribadi menunjukkan PLR paling ideal jika
dilakukan one-on-one. Dalam setting ini si hipnoterapis
dapat melakukan depth level test dan deepening untuk
membantu klien mencapai kedalaman yang diinginkan. Jika dilakukan secara
massal, rame-rame dalam suatu seminar, maka tidak mungkin bagi
operator untuk memeriksa level kedalaman setiap peserta seminar.
Dengan pencapaian level kedalaman trance yang sangat
beragam, dengan kondisi pikiran sadar masih aktif, dengan pengharapan
yang sangat besar untuk bisa mengalami PLR, dengan perasaan antisipasi
dan tidak mau rugi karena telah mengeluarkan uang untuk mengikuti
seminar, maka saat operator melakukan regresi terhadap peserta seminar
maka yang terjadi adalah rame-rame nggak bisa atau rame-rame
mengalami false memory.
PLR adalah salah satu teknik terapi yang sangat ampuh untuk
membantu klien sembuh dari masalah yang akar masalahya ada di “kehidupan
lampau”. Namun PLR akan sangat merugikan klien bila dilakukan dengan
cara yang salah.
PLR yang sering saya alami saat membantu klien adalah PLR yang
bersifat spontan. Jadi, tanpa direncanakan, saat mencari sumber atau
akar masalah, klien mundur ke suatu masa yang tidak ia kenal, suatu masa
yang disebut sebagai past life. Benar atau tidak klien mundur
sampai ke past life? Saya tidak memusingkan hal ini. Yang penting
klien sembuh.
Kasus terakhir, yang berhubungan dengan past life, yang
saya tangani adalah kasus di mana seorang klien wanita usia 30 tahun
yang mengalami sesak napas luar biasa, ditambah dengan ketakutan yang
hebat, saat ia mau masuk ke dalam tabung MRI (Magnetic Resonance
Imaging) untuk di-scan.
Saat saya membantu klien menemukan akar masalahnya, secara
tiba-tiba klien mundur ke tahun 1902 saat ia di Sydney, Australia. Saat
itu ia berusia 4 tahun dan terjebak di dalam tambang. Dengan teknik Past
Life Therapy klien saya ini berhasil dibantu untuk sembuh.
Bagi Anda, pembaca yang percaya bahwa past life itu
ada, sebenarnya tidak penting untuk mencari tahu siapakah kita di
kehidupan lampau kita. Kita tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi.
Yang paling penting adalah kita hidup di saat ini. Kita fokus pada
kehidupan saat ini, merancang dan menjalankan kehidupan dengan pandangan
yang benar, pikiran yang benar, ucapan dan tindakan yang benar agar
kita bisa bahagia dan sukses.
0 komentar:
Posting Komentar